Medianers ~ Di zaman digital ini, baik di forum diskusi online, di beranda media sosial, dan di jejaring pertemanan lainnya sulit sekali mendapatkan informasi yang edukatif, inspiratif dan bermanfaat. Kecendrungan, banyak informasi "sampah" yang di share dan jadi pembahasan viral.
Acap penulis melihat berita atau gambar seseorang berlumuran darah tanpa sensor misalnya, demi mendapatkan like dan kata "Amin." Atau menyebarkan fitnah serta memperolok-olok seseorang, baik tokoh, pemimpin maupun figur publik melalui akun abal-abal.
Nyaris tiap detik, di media sosial, kita disuguhkan berita sampah yang tidak ada nilai edukasi. Manakala tidak hati-hati memfiltrasi, jiwa dan pikiran bisa jadi rusak. Dan, emosi pun jadi tidak stabil. Penyaringan informasi di media sosial dibebankan pada masing individu.
Di grup atau forum pun demikian, diskusinya cendrung bergunjing, tanpa solusi. Malahan hanya pamer pengetahuan dan wawasan. Betul, tidak ada permasalahan yang selesai dengan diskusi, dan tidak ada pula masalah yang tidak selesai dengan didiskusikan. Namun diskusi yang bagaimana? Tentunya diskusi yang punya solusi dan tindak lanjut.
Entah, budaya apa yang sedang kita hadapi saat ini?
Dahulu, seorang tokoh begitu sangat dihormati dan disegani. Bila ada kesalahan seorang tokoh, kharismanya tetap ada, tanpa di bully. Sementara, di era media jalinan sosial ini, meme dan gambar sindiran merajalela. Siapa saja bebas membully, termasuk membully presiden, gubernur, bupati dan walikota, meskipun hanya sebuah isu politik tentang sang tokoh. Siapa saja yang dianggap telah bersalah ia akan menerima jatah. Apa lagi provokator, hebat pula membubui, maka lengkaplah kata-kata tidak pantas akan dilabeli pada oknum tokoh yang akan di bully.
Budaya literasi seakan tertinggal oleh topik viral di media sosial. Orang-orang cendrung malas mencari pembanding, dan percaya saja dengan apa yang ditemui di berandanya serta melakukan reshare. Penulis bukan menuduh semuanya berprilaku demikian, tapi kecendrungan, hanya segelintir orang saja yang kritis menanggapi sebuah isu, tanpa mau digiring, sebelum mendapatkan data pembanding.
Coba perhatikan, berapa banyak di beranda media sosial anda orang yang menginformasikan atau mengirim info bersumber dari wikipedia atau dari media yang punya identitas jelas, dibanding berita hoax dari situs abal-abal yang hanya mengejar trafik? Ciri-ciri dari situs hoax adalah melebih-lebihkan judul dari kenyataan, antara isi dan judul tidak sesuai. Kadang tanpa konfirmasi dan tidak berimbang dalam memberikan informasi.
Era media sosial yang terus tumbuh subur ini, sangat kebablasan, siapa saja akan sulit menyaring, link hoax, meme nakal, dan gambar sampah lainnya. Karena semua orang bisa jadi pemilik akun di media, dan juga penerima informasi dari media yang sama. Memutuskan dan tidak menerima jalinan pertemanan bukanlah solusi. Penulis merindukan informasi bergizi, edukatif, memotivasi dan bisa menambah semangat kehidupan. Tapi, demikianlah fenomena kehidupan bila ada positif akan ada negatif, bila ada buruk akan ada bagus. Tergantung kita pengguna, sesungguhnya media tidak salah, yang salah adalah pengguna yang tidak bijaksana. Ya, idealnya sikapi setiap informasi yang ada di jalinan pertemanan anda dengan bijaksana.(AntonWijaya)
Budaya literasi seakan tertinggal oleh topik viral di media sosial. Orang-orang cendrung malas mencari pembanding, dan percaya saja dengan apa yang ditemui di berandanya serta melakukan reshare. Penulis bukan menuduh semuanya berprilaku demikian, tapi kecendrungan, hanya segelintir orang saja yang kritis menanggapi sebuah isu, tanpa mau digiring, sebelum mendapatkan data pembanding.
Coba perhatikan, berapa banyak di beranda media sosial anda orang yang menginformasikan atau mengirim info bersumber dari wikipedia atau dari media yang punya identitas jelas, dibanding berita hoax dari situs abal-abal yang hanya mengejar trafik? Ciri-ciri dari situs hoax adalah melebih-lebihkan judul dari kenyataan, antara isi dan judul tidak sesuai. Kadang tanpa konfirmasi dan tidak berimbang dalam memberikan informasi.
Era media sosial yang terus tumbuh subur ini, sangat kebablasan, siapa saja akan sulit menyaring, link hoax, meme nakal, dan gambar sampah lainnya. Karena semua orang bisa jadi pemilik akun di media, dan juga penerima informasi dari media yang sama. Memutuskan dan tidak menerima jalinan pertemanan bukanlah solusi. Penulis merindukan informasi bergizi, edukatif, memotivasi dan bisa menambah semangat kehidupan. Tapi, demikianlah fenomena kehidupan bila ada positif akan ada negatif, bila ada buruk akan ada bagus. Tergantung kita pengguna, sesungguhnya media tidak salah, yang salah adalah pengguna yang tidak bijaksana. Ya, idealnya sikapi setiap informasi yang ada di jalinan pertemanan anda dengan bijaksana.(AntonWijaya)