Medianers ~ Artikel berjudul Mengapa anak-anak sebaiknya dilarang main smartphone ? Yang mana dalam artikel tersebut menjelaskan, bahwa "Anak-anak adalah masa depan kita, namun tidak ada masa depan bagi anak-anak yang terlalu banyak menggunakan teknologi canggih, demikian diungkapkan peneliti Cris Rowan.
Menurut Cris Rowan, sebagaimana dilansir situs Deutsche Welle, " edukasi yang berasal dari gadget tidak akan lama bertahan dalam ingatan anak-anak. Dengan demikian, pendekatan pendidikan melalui gadget tidak akan berkelanjutan bagi mereka, sehingga perlu dibatasi."
Dalam artikel tersebut juga menjelaskan bahwa, "anak berusia antara 0-2 tahun, pertumbuhan otak anak-anak berkembang sangat cepat, dan berlanjut hingga umur 21 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan perkembangan otak yang terlalu banyak terpapar teknologi seperti telefon pintar, internet, dan TV menyebabkan anak-anak menjadi kurang konsentrasi, alami gangguan kognitif dan proses belajar, temperamental serta kurang bisa kendalikan diri."
Gadget akibatkan anak-anak kehilangan fokus
Suatu ketika pernah menanyakan pada guru PAUD ditempat anak saya di didik. Yang saya tanyakan tentang bagaimana perkembangannya selama berada di sekolah? Ibu guru menyatakan anak saya kurang fokus ketika ada kegiatan.
Setelah saya evaluasi bersama istri, maka kami berkesimpulan, bahwa putri kami terpengaruh karena gadget, sebab terjadi pembiaran. Akhirnya, ia kami larang menggunakan tablet dan gadget lainnya, kecuali di hari libur.
Singkat cerita, setelah dua minggu berlalu, saya tanyakan kembali pada ibu gurunya, bagaimana dengan perkembangan anak saya, apakah ia sudah fokus ketika ada kegiatan? Sungguh diluar dugaan ibu gurunya menjawab, terjadi perubahan hebat, nyaris seratus persen, putri saya bisa mengikuti setiap instruksi dari ibu guru.
Lalu ibu guru bertanya, "ada apa ya kok bisa putri bapak bisa berubah?" Saya jelaskan, bahwa, "Sebelumnya terjadi pembiaran pada anak kami dalam menggunakan gadget dirumah, setelah mendapat keterangan dari ibuk, maka saya dengan istri sepakat mengaturnya tidak membolehkan bermain gadget, kecuali di hari libur."
Ya, awalnya tidak mudah melarang anak bermain game atau bermain lainnya melalui smartphone (gadget), tapi dengan kesabaran itu bisa diwujudkan. Meskipun anak tiap hari merengek dan menangis agar dibolehkan menggunakan gadget.
Asuh dan didik anak jadi kreatif
Setelah saya dapatkan informasi melalui beberapa referensi, bahwa untuk meningkatkan kreatifitas anak, orang tua perlu menciptakan permainan kreatif pada anak, tidak perlu berbiaya mahal, dengan barang bekaspun bisa diwujudkan, seperti membuat rumah-rumahan dari kardus atau mobil-mobilan dari botol plastik bekas, dan banyak jenis mainan lainnya yang bisa dibuat bersama anak dari barang bekas.
Hal inipun mengingatkan saya ketika kecil, semuanya tanpa gadget, seperti bermain layang-layang, main kelereng, bikin mobil-mobilan dari kayu, dan lain-lain, yang penting semua permainan tersebut saya terlibat membuatnya yang dibantu oleh saudara laki-laki.
Kebetulan teman saya si Mukhsin, ia guru di bidang kesenian mengunggah photo di akun media sosialnya tentang anaknya yang sedang berkreasi membuat lukisan di atas kampas menggunakan cat air. Anaknya blepotan, cat pun berserakan hingga ke lutut kaki. Dengan senang hati Mukhsin membiarkan anaknya berkreasi, bahkan dengan bangga Mukhsin memberi judul lukisan anaknya, " Ungkapan Jiwa."
Pesan yang dapat saya petik dengan aktifitas anak teman saya ini, yakni Mukhsin sukses mendidik anaknya berkreasi tanpa mendikte, imajinasi anaknya berkembang sesuai usianya. Dan, Mukhsin tidak mempermasalahkan bentuk lukisan atau kekacauan yang telah dibuat putranya, tapi membiarkan kreatifitas anak berkembang, serta memberi penghargaan bahwa itu bagian dari karya seni.
Jarang orang tua mau dengan sabar membiarkan anak beraktifitas sesuai keinginan sang anak, cendrung mendikte bahkan melarang, dan memilih memberikan mainan instan seperti gadget, hal ini pun saya alami dalam mendidik anak. Sepantasnya ajak anak berprilaku mandiri dengan memberi kesempatan sebesar-besarnya, agar anak bisa melakukan kreasi sesuai usianya.(AW)
Menurut Cris Rowan, sebagaimana dilansir situs Deutsche Welle, " edukasi yang berasal dari gadget tidak akan lama bertahan dalam ingatan anak-anak. Dengan demikian, pendekatan pendidikan melalui gadget tidak akan berkelanjutan bagi mereka, sehingga perlu dibatasi."
Dalam artikel tersebut juga menjelaskan bahwa, "anak berusia antara 0-2 tahun, pertumbuhan otak anak-anak berkembang sangat cepat, dan berlanjut hingga umur 21 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan perkembangan otak yang terlalu banyak terpapar teknologi seperti telefon pintar, internet, dan TV menyebabkan anak-anak menjadi kurang konsentrasi, alami gangguan kognitif dan proses belajar, temperamental serta kurang bisa kendalikan diri."
Gadget akibatkan anak-anak kehilangan fokus
Suatu ketika pernah menanyakan pada guru PAUD ditempat anak saya di didik. Yang saya tanyakan tentang bagaimana perkembangannya selama berada di sekolah? Ibu guru menyatakan anak saya kurang fokus ketika ada kegiatan.
Setelah saya evaluasi bersama istri, maka kami berkesimpulan, bahwa putri kami terpengaruh karena gadget, sebab terjadi pembiaran. Akhirnya, ia kami larang menggunakan tablet dan gadget lainnya, kecuali di hari libur.
Singkat cerita, setelah dua minggu berlalu, saya tanyakan kembali pada ibu gurunya, bagaimana dengan perkembangan anak saya, apakah ia sudah fokus ketika ada kegiatan? Sungguh diluar dugaan ibu gurunya menjawab, terjadi perubahan hebat, nyaris seratus persen, putri saya bisa mengikuti setiap instruksi dari ibu guru.
Lalu ibu guru bertanya, "ada apa ya kok bisa putri bapak bisa berubah?" Saya jelaskan, bahwa, "Sebelumnya terjadi pembiaran pada anak kami dalam menggunakan gadget dirumah, setelah mendapat keterangan dari ibuk, maka saya dengan istri sepakat mengaturnya tidak membolehkan bermain gadget, kecuali di hari libur."
Ya, awalnya tidak mudah melarang anak bermain game atau bermain lainnya melalui smartphone (gadget), tapi dengan kesabaran itu bisa diwujudkan. Meskipun anak tiap hari merengek dan menangis agar dibolehkan menggunakan gadget.
Asuh dan didik anak jadi kreatif
Setelah saya dapatkan informasi melalui beberapa referensi, bahwa untuk meningkatkan kreatifitas anak, orang tua perlu menciptakan permainan kreatif pada anak, tidak perlu berbiaya mahal, dengan barang bekaspun bisa diwujudkan, seperti membuat rumah-rumahan dari kardus atau mobil-mobilan dari botol plastik bekas, dan banyak jenis mainan lainnya yang bisa dibuat bersama anak dari barang bekas.
Hal inipun mengingatkan saya ketika kecil, semuanya tanpa gadget, seperti bermain layang-layang, main kelereng, bikin mobil-mobilan dari kayu, dan lain-lain, yang penting semua permainan tersebut saya terlibat membuatnya yang dibantu oleh saudara laki-laki.
Kebetulan teman saya si Mukhsin, ia guru di bidang kesenian mengunggah photo di akun media sosialnya tentang anaknya yang sedang berkreasi membuat lukisan di atas kampas menggunakan cat air. Anaknya blepotan, cat pun berserakan hingga ke lutut kaki. Dengan senang hati Mukhsin membiarkan anaknya berkreasi, bahkan dengan bangga Mukhsin memberi judul lukisan anaknya, " Ungkapan Jiwa."
Pesan yang dapat saya petik dengan aktifitas anak teman saya ini, yakni Mukhsin sukses mendidik anaknya berkreasi tanpa mendikte, imajinasi anaknya berkembang sesuai usianya. Dan, Mukhsin tidak mempermasalahkan bentuk lukisan atau kekacauan yang telah dibuat putranya, tapi membiarkan kreatifitas anak berkembang, serta memberi penghargaan bahwa itu bagian dari karya seni.
Jarang orang tua mau dengan sabar membiarkan anak beraktifitas sesuai keinginan sang anak, cendrung mendikte bahkan melarang, dan memilih memberikan mainan instan seperti gadget, hal ini pun saya alami dalam mendidik anak. Sepantasnya ajak anak berprilaku mandiri dengan memberi kesempatan sebesar-besarnya, agar anak bisa melakukan kreasi sesuai usianya.(AW)